Senin, 30 Agustus 2021

 

Pembelajaran Daring PKWU Kelas  X IPA 2 Semester Ganjil TP 2021/2022 SMA Kebangsaan

 

Pertemuan 5 ( Senin, 30 Agustus 2021 jam ke 7-8)

 

Assalamualaikum wr. wb.

Selamat Siang Taruna/i X IPA 2 SMA Kebangsaan .. Salam Kebangsaan !!!

Mudah-mudahan semua Taruna/i X IPA 2 sehat selalu dalam lindungan Allah SWT sang maha pencipta. 

Tetap semangat semua, Jaga kondisi imunitas tubuh masing-masing ya, Agar Kalian selalu sehat dan dapat mengikuti pembelajaran daring secara Lancar dan baik. Salam hangat untuk keluarga besar kalian di rumah masing-masing, Semoga dalam keadaan sehat semuanya. Aamiinnn.

Petunjuk sebelum pembelajaran dimulai:

1.  Sebelum pembelajaran marilah kita Awali dengan berdo'a. Berdo'a dipersilahkan.

2.  Selanjutnya Siswa-siswi wajib melakukan presensi terlebih dahulu dikolom komentar yang sudah disediakan Guru dengan cara klik "Balas" dengan menyebutkan Nama Lengkap dan Kelas.

3.  Silahkan download Modul pembelajaran pertemuan kali ini dengan 👉(Click Here). Silahkan pahami dan rangkum materi yg penting pada buku catatan pkwu kalian ya.

4.  Sebelum mengerjakan tugas silahkan pantau pada kolom chat komentar tadi tempat melakukan presensi, Apa tugas yang akan diberikan.

5. Silahkan pelajari Tanaman Porang.

 

TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN PORANG

Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain.) atau seringkali disebut dengan iles-iles termasuk famili Araceae dan merupakan salah satu kekayaan hayati umbi-umbian Indonesia. Sebagai tanaman penghasil  karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin, dan serat pangan, tanaman porang sudah lama dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan diekspor sebagai bahan baku industri. Meskipun demikian tanaman tersebut belum secara luas dibudidayakan. Petani umumnya hanya mengambil serta memanfaatkan tanaman yang tumbuh liar di hutan, di tegalan di bawah rumpun bambu, di sepanjang bantaran sungai dan lereng-lereng gunung.


Tanaman porang pada beberapa tahun terakhir ini menjadi popular karena toleran naungan, mudah dibudidayakan, mempunyai produktivitas yang tinggi, hama/penyakit yang menyerang relatif sedikit, permintaan pasar baik dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Dari aspek budidayanya, untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil yang optimal, diperlukan kondisi lingkungan tumbuh yang optimal pula.

 

A. Pengolahan tanah/persiapan lahan

Sebagaimana tanaman ubi-ubian lain yang hasil ubinya berada di dalam tanah, maka porang menghendaki tanah yang gembur dan subur. Terdapat dua cara penyiapan lahan untuk penanaman, tergantung pada bibit yang digunakan. Apabila bibit berasal dari umbi maka perlu dibuat lubang tanam dengan ukuran 60 x 60 x 45 cm, jarak antara lubang tanam 90 x 90 cm. Kalau tanaman porang dirancang untuk menghasilkan ubi berkuran kecil-sedang, maka jarak antar lubang tanam dikurangi menjadi 60 x 60 cm. Sebelum tanam, lubang tanam ditutup dengan lapisan tanah bagian atas (topsoil) dan pupuk organik (kompos atau pupuk kandang). Sedangkan untuk bibit yang berasal dari bubil/katak, dibuat guludan setelah tanah diolah intensif dengan jarak antar gulud 90 cm dan bubil ditanam dalam guludan dengan jarak 90 cm. Dalam prakteknya tanaman porang ditanam di bawah naungan tegakan tanaman lain, misalnya di bawah tegakan pohon jati, sengon, atau mahoni.

B. Bibit

Perbanyakan dengan menggunakan bibit berupa ubi batang atau potongan ubi yang mempunyai titik tumbuh (apical meristem) merupakan cara yang paling lazim dilakukan. Umbi/potongan ubi yang digunakan sebagai bibit hendaknya cukup besar, karena apabila terlalu kecil, untuk tumbuh dan menghasilkan ubi yang besar memerlukan 2-3 musim tanam. Menurut Mondal dan Sen (2004), persentase perkecambahan bibit yang tinggi (98%) apabila bibit diperoleh dari separo potongan ubi bagian atas, sementara dari separo bagian bawah ubi, akan menghasilkan perkecambahan yang lebih rendah. Bagian dasar dari ubi umumnya kurang bagus digunakan sebagai bibit.16 . Menurut Santosa et al. (2006a), bibit dengan tunas apikal utuh berkecambah lebih cepat dan menghasilkan tanaman yang lebih besar dibanding bibit dengan tunas apial yang terbelah atau bibit tanpa tunas apikal. Pemotongan tunas apikal mendorong pertumbuhan tunas lateral yang akan menunda perkecambahan. Bibit utuh dan separuh bagian atas dengan tunas apikal utuh menghasilkan ubi anakan yang lebih besar dibanding bibit dengan tunas yang terluka. Hasil rendah yang diperoleh dengan menggunakan irisan bibit dengan tunas apical yang teriris didukung kenyataan bahwa pengirisan bibit akan mengurangi ukuran daun yang tumbuh selama pertumbuhan. Kumar et al. (1998) melaporkan perlakuan potongan ubi dengan bahan kimia seperti thiourea (200 ppm), potassium nitrat (1000 ppm), kinetin (5 ppm), cukup efektif meningkatkan perkecambahan ubi 24,3-92%, 17,8% dan 13,4%. Namun perlakuan tersebut tidak nyata meningkatkan hasil ubi.

C. Jarak tanam

Jarak tanam yang digunakan ditentukan umur panen yang dikehendaki. Apabila akan dipanen pada umur 8 bulan pertama, maka jarak tanam 30 cm x 30 cm sudah cukup. Tapi apabila dipanen pada periode panen tahun ke dua digunakan jarak tanam 45 cm x 45 cm. Bila dipanen pada periode panen tahun ke tiga maka perlu jarak tanam yang lebih lebar 60 cm x 60 cm. Menurut Jata et al. (2009) dengan menggunakan bibit berukuran 500 g akan memberi hasil tertinggi apabila ditanam pada jarak 90 cm x 90 cm. Di India, hasil ubi suweg (A.campanulatus) meningkat dengan meningkatnya jarak tanam pohon Leucaena leucocephala dan frekuensi pemangkasan. Rata-rata hasil ubi tertinggi 43,3 t/ha ubi segar atau setara 7,7 t/ha ubi kering, diperoleh apabila pohon ditanam pada jarak 4,0 x 5,0 m dan dipangkas lima kali. Bole grith meningkat sejalan dengan meningkatnya umur dan jarak tanaman, tetapi menurun sejalan dengan frekuensi pemangkasan (Pradhan et al. 2003).

 

D. Kedalaman tanam

Kedalaman tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil ubi. Secara umum makin dalam bibit ditanam akan menghambat pertumbuhan anakan ubi. Pada kedalaman 30 cm, sebagian besar dari ubi akan memanjang menjadi pyriform. Pada umumnya menurut Sugiyama dan Santosa (2008), kedalaman tanam sekitar 10 cm dari permukaan tanah adalah cukup ideal untuk penanaman porang. Namun menurut Sumarwoto (2012 b), kedalaman tanam sangat ditentukan oleh macam dan ukuran bibit yang digunakan. Apabila bahan yang ditanam berupa umbi katak (bulbil), maka kedalaman tanam cukup sekitar 5 cm. Apabila menggunakan bibit berupa ubi kecil (200 g) maka ditanam pada kedalaman 10 cm, dan bibit berupa ubi yang lebih besar, ditanam pada kedalaman lebih kurang 15 cm. Sebagaimana tanaman umbi-umbian lain, untuk menghasilkan secara optimal tanaman porang menghendaki tanah yang remah dan subur. Menurut Yoko et al. (2010), produktivitas yang rendah tanaman porang di lahan dengan solum dangkal berkaitan tidak saja dengan jumlah tanah/tanaman yang sedikit, tetapi juga akibat volume untuk perakaran terbatas.

E. Pemupukan

Tanaman porang perlu dipupuk dengan pupuk kandang (5 t/ha) untuk mendapatkan hasil yang optimal. Apabila menggunakan pupuk anorganik, digunakan dosis N: P2O5: K2O sebesar 40:40:80 kg/ha atau 40:60:45 kg/ha, yang diberikan pada 45 hari setelah tanam. Satu bulan berikutnya tanaman dipupuk lagi sebagai top dressing dengan 40 kg N, 50 kg P2O5, 50kg K2O/ha, bersamaan dengan pengendalian gulma. Peningkatan pupuk N dari 100 kg menjadi 200 kg/ha atau K2O dari 75 kg menjadi 150 kg/ha akan meningkatkan tinggi tanaman dan produksi ubi. Peningkatan pupuk N dari 50 kg menjadi 150 kg/ha meningkatkan pertumbuhan umbi 10,6-27,6% selama enam bulan periode pertumbuhan. Pengaruh pupuk N tampak lebih jelas pada awal pertumbuhan tanaman dibandingkan pada periode akhir. Rata-rata berat umbi/tanaman meningkat 21,3% dengan meningkatnya aplikasi N dari 50 menjadi 150 kg/ha.

Peningkatan pupuk K tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan umbi, rata-rata berat umbi/tanaman dan hasil umbi/ha. Tetapi kombinasi N dan K mempunyai pengaruh interaktif yang nyata terhadap pertumbuhan dan hasil ubi/ha. Nampaknya hal tersebut terutama karena pengaruh pupuk N. Pengaruh penggunaan pupuk biologis juga sudah mulai diteliti. Perlakuan ubi dengan larutan 2% Azotobacter pada saat tanam dan aplikasi biakan murni sebanyak 9,0 kg/ha dicampur dengan 40 kg tanah dari daerah perakaran dan 150 kg N/ha menghasilkan ubi sebanyak 64,9 dan 62,2 t/ha. Hasil ubi sebanyak 39,6 dan 98,9 t/ha dapat diperoleh dari aplikasi 100-200 kg N dan 100-150 kg K2O/ha. Pemberian pupuk kandang sebanyak 30 t/ha dapat meningkatkan berat ubi segar sebanyak 15%, sementara penggunaan pupuk N sebanyak 150 kg/ha meningkatkan hasil ubi 16,5%.

F. Penyiangan

Penyiangan gulma terutama dilakukan pada awal pertumbuhan tanaman sebelum kanopi menutup, umumnya dilakukan secara manual pada umur 30, 60, dan 90 hari setelah tanam. Sambil menggemburkan tanah di sekitar tanaman. Selain secara manual, pada usahatani skala luas penyiangan dapat dilakukan dengan penyemprotan herbisida.20. Santosa et al. (2006a) melaporkan bahwa frekuensi penyiangan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil suweg (ditanam di bawah tegakan pohon Eucalyptus sp. umur 10 tahun di Jawa Barat). Jumlah daun lebih banyak dan life span lebih panjang. Hasil ubi meningkat 34-285%. Disarankan penyiangan dilakukan dua kali selama pertumbuhan tanaman suweg, yaitu pada pada umur dua dan empat bulan setelah tanam.

G. Pengelolaan air

Tanaman porang umumnya diusahakan di lahan kering. Namun untuk dapat menghasilkan ubi yang optimum diperlukan tanah dengan kelembaban yang cukup, terutama pada awal pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Santosa et al. (2004) menunjukkan bahwa apabila kandungan air kurang dari 40% kapasitas air lapang, maka akar akan lebih cepat kering dibandingkan pada kondisi normal. Tanaman masih dapat mentolerir kondisi tercekam kekurangan air selama 30-60 hari, namun lebih dari periode tersebut akan mengurangi hasil ubi. Konservasi kelembaban dengan cara pemberian mulsa, mendorong perkecambahan bibit ubi, pembentukan kanopi lebih besar, tinggi tanaman, dan hasil ubi yang lebih tinggi. Menurut Jata et al. (2009), memberikankan mulsa segera setelah tanam merupakan langkah penting dalam budidaya porang. Hasil ubi porang pada kondisi diberi pengairan irigasi permukaan mencapai 40 t/ha, sementara pada kondisi tadah hujan hanya 25 t/ha. Menurut Santosa et al. (2004) pengairan secara sering dan teratur akan menghasilkan daun yang besar dan masa hidup yang lebih panjang dibanding pada kondisi pengairan yang terbatas.

 

H. Panen

Tanda-tanda tanaman porang siap dipanen adalah bila daunnya sudah mengering dan jatuh ke tanah. Di Indonesia, panen sebaiknya dilakukan pada musim kemarau sekitar bulan Mei sampai Juni. Apabila panen dilakukan pada periode panen tahun ke dua, dari setiap pohon dapat dihasilkan ubi seberat 0,5-3,0 kg, sehingga dengan populasi sekitar 60.000 tanaman/ha, dapat dihasilkan 40 ton umbi segar. Panen perlu dilakukan secara hati-hati untuk menghindari luka pada ubi, dilakukan dengan menggali tanah di sekitar tanaman baru mengambil ubinya.

I. Penyimpanan

Setelah dipanen, ubi porang perlu dibersihkan dan disimpan di dalam ruangan berventilasi baik pada suhu dingin (sekitar 10 oC). Pada kondisi ini ubi dapat disimpan hingga berbulan-bulan. Namun apabila disimpan pada suhu sekitar 27 oC pada bulan pertama penyimpanan akan kehilangan berat sekitar 25%. Apabila ubi akan diproses menjadi produk, sebaiknya disimpan dalam bentuk chip (irisan tipis) atau tepung yang kering. Karena bila disimpan dalam bentuk ubi segar dengan kadar air yang masih tinggi (70-80%), seringkali ubi menjadi rusak oleh aktivitas enzim.
 

6. Kemudian kerjakan Lembar Kerja Siswa individu yang diberikan 👉 (Click Here). Selanjutnya Uploade tugas anda pada link berikut👉 (Click Here)


"Bersemangatlah dalam mempelajari sesuatu yang bermanfaat."

Sabtu, 28 Agustus 2021

 

Pembelajaran Daring PKWU Kelas  X IPA 1 Semester Ganjil TP 2021/2022 SMA Kebangsaan

 

Pertemuan 5 ( Sabtu, 28 Agustus 2021 jam ke 3-4)

 

Assalamualaikum wr. wb.

Selamat Pagi Taruna/i X IPA 1 SMA Kebangsaan .. Salam Kebangsaan !!!

Mudah-mudahan semua Taruna/i X IPA 1 sehat selalu dalam lindungan Allah SWT sang maha pencipta. 

Tetap semangat semua, Jaga kondisi imunitas tubuh masing-masing ya, Agar Kalian selalu sehat dan dapat mengikuti pembelajaran daring secara Lancar dan baik. Salam hangat untuk keluarga besar kalian di rumah masing-masing, Semoga dalam keadaan sehat semuanya. Aamiinnn.

Petunjuk sebelum pembelajaran dimulai:

1.  Sebelum pembelajaran marilah kita Awali dengan berdo'a. Berdo'a dipersilahkan.

2.  Selanjutnya Siswa-siswi wajib melakukan presensi terlebih dahulu dikolom komentar yang sudah disediakan Guru dengan cara klik "Balas" dengan menyebutkan Nama Lengkap dan Kelas.

3.  Silahkan download Modul pembelajaran pertemuan kali ini dengan 👉(Click Here). Silahkan pahami dan rangkum materi yg penting pada buku catatan pkwu kalian ya.

4.  Sebelum mengerjakan tugas silahkan pantau pada kolom chat komentar tadi tempat melakukan presensi, Apa tugas yang akan diberikan.

5. Silahkan pelajari Tanaman Porang.

 

TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN PORANG

Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain.) atau seringkali disebut dengan iles-iles termasuk famili Araceae dan merupakan salah satu kekayaan hayati umbi-umbian Indonesia. Sebagai tanaman penghasil  karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin, dan serat pangan, tanaman porang sudah lama dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan diekspor sebagai bahan baku industri. Meskipun demikian tanaman tersebut belum secara luas dibudidayakan. Petani umumnya hanya mengambil serta memanfaatkan tanaman yang tumbuh liar di hutan, di tegalan di bawah rumpun bambu, di sepanjang bantaran sungai dan lereng-lereng gunung.


Tanaman porang pada beberapa tahun terakhir ini menjadi popular karena toleran naungan, mudah dibudidayakan, mempunyai produktivitas yang tinggi, hama/penyakit yang menyerang relatif sedikit, permintaan pasar baik dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Dari aspek budidayanya, untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil yang optimal, diperlukan kondisi lingkungan tumbuh yang optimal pula.

 

A. Pengolahan tanah/persiapan lahan

Sebagaimana tanaman ubi-ubian lain yang hasil ubinya berada di dalam tanah, maka porang menghendaki tanah yang gembur dan subur. Terdapat dua cara penyiapan lahan untuk penanaman, tergantung pada bibit yang digunakan. Apabila bibit berasal dari umbi maka perlu dibuat lubang tanam dengan ukuran 60 x 60 x 45 cm, jarak antara lubang tanam 90 x 90 cm. Kalau tanaman porang dirancang untuk menghasilkan ubi berkuran kecil-sedang, maka jarak antar lubang tanam dikurangi menjadi 60 x 60 cm. Sebelum tanam, lubang tanam ditutup dengan lapisan tanah bagian atas (topsoil) dan pupuk organik (kompos atau pupuk kandang). Sedangkan untuk bibit yang berasal dari bubil/katak, dibuat guludan setelah tanah diolah intensif dengan jarak antar gulud 90 cm dan bubil ditanam dalam guludan dengan jarak 90 cm. Dalam prakteknya tanaman porang ditanam di bawah naungan tegakan tanaman lain, misalnya di bawah tegakan pohon jati, sengon, atau mahoni.

B. Bibit

Perbanyakan dengan menggunakan bibit berupa ubi batang atau potongan ubi yang mempunyai titik tumbuh (apical meristem) merupakan cara yang paling lazim dilakukan. Umbi/potongan ubi yang digunakan sebagai bibit hendaknya cukup besar, karena apabila terlalu kecil, untuk tumbuh dan menghasilkan ubi yang besar memerlukan 2-3 musim tanam. Menurut Mondal dan Sen (2004), persentase perkecambahan bibit yang tinggi (98%) apabila bibit diperoleh dari separo potongan ubi bagian atas, sementara dari separo bagian bawah ubi, akan menghasilkan perkecambahan yang lebih rendah. Bagian dasar dari ubi umumnya kurang bagus digunakan sebagai bibit.16 . Menurut Santosa et al. (2006a), bibit dengan tunas apikal utuh berkecambah lebih cepat dan menghasilkan tanaman yang lebih besar dibanding bibit dengan tunas apial yang terbelah atau bibit tanpa tunas apikal. Pemotongan tunas apikal mendorong pertumbuhan tunas lateral yang akan menunda perkecambahan. Bibit utuh dan separuh bagian atas dengan tunas apikal utuh menghasilkan ubi anakan yang lebih besar dibanding bibit dengan tunas yang terluka. Hasil rendah yang diperoleh dengan menggunakan irisan bibit dengan tunas apical yang teriris didukung kenyataan bahwa pengirisan bibit akan mengurangi ukuran daun yang tumbuh selama pertumbuhan. Kumar et al. (1998) melaporkan perlakuan potongan ubi dengan bahan kimia seperti thiourea (200 ppm), potassium nitrat (1000 ppm), kinetin (5 ppm), cukup efektif meningkatkan perkecambahan ubi 24,3-92%, 17,8% dan 13,4%. Namun perlakuan tersebut tidak nyata meningkatkan hasil ubi.

C. Jarak tanam

Jarak tanam yang digunakan ditentukan umur panen yang dikehendaki. Apabila akan dipanen pada umur 8 bulan pertama, maka jarak tanam 30 cm x 30 cm sudah cukup. Tapi apabila dipanen pada periode panen tahun ke dua digunakan jarak tanam 45 cm x 45 cm. Bila dipanen pada periode panen tahun ke tiga maka perlu jarak tanam yang lebih lebar 60 cm x 60 cm. Menurut Jata et al. (2009) dengan menggunakan bibit berukuran 500 g akan memberi hasil tertinggi apabila ditanam pada jarak 90 cm x 90 cm. Di India, hasil ubi suweg (A.campanulatus) meningkat dengan meningkatnya jarak tanam pohon Leucaena leucocephala dan frekuensi pemangkasan. Rata-rata hasil ubi tertinggi 43,3 t/ha ubi segar atau setara 7,7 t/ha ubi kering, diperoleh apabila pohon ditanam pada jarak 4,0 x 5,0 m dan dipangkas lima kali. Bole grith meningkat sejalan dengan meningkatnya umur dan jarak tanaman, tetapi menurun sejalan dengan frekuensi pemangkasan (Pradhan et al. 2003).

 

D. Kedalaman tanam

Kedalaman tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil ubi. Secara umum makin dalam bibit ditanam akan menghambat pertumbuhan anakan ubi. Pada kedalaman 30 cm, sebagian besar dari ubi akan memanjang menjadi pyriform. Pada umumnya menurut Sugiyama dan Santosa (2008), kedalaman tanam sekitar 10 cm dari permukaan tanah adalah cukup ideal untuk penanaman porang. Namun menurut Sumarwoto (2012 b), kedalaman tanam sangat ditentukan oleh macam dan ukuran bibit yang digunakan. Apabila bahan yang ditanam berupa umbi katak (bulbil), maka kedalaman tanam cukup sekitar 5 cm. Apabila menggunakan bibit berupa ubi kecil (200 g) maka ditanam pada kedalaman 10 cm, dan bibit berupa ubi yang lebih besar, ditanam pada kedalaman lebih kurang 15 cm. Sebagaimana tanaman umbi-umbian lain, untuk menghasilkan secara optimal tanaman porang menghendaki tanah yang remah dan subur. Menurut Yoko et al. (2010), produktivitas yang rendah tanaman porang di lahan dengan solum dangkal berkaitan tidak saja dengan jumlah tanah/tanaman yang sedikit, tetapi juga akibat volume untuk perakaran terbatas.

E. Pemupukan

Tanaman porang perlu dipupuk dengan pupuk kandang (5 t/ha) untuk mendapatkan hasil yang optimal. Apabila menggunakan pupuk anorganik, digunakan dosis N: P2O5: K2O sebesar 40:40:80 kg/ha atau 40:60:45 kg/ha, yang diberikan pada 45 hari setelah tanam. Satu bulan berikutnya tanaman dipupuk lagi sebagai top dressing dengan 40 kg N, 50 kg P2O5, 50kg K2O/ha, bersamaan dengan pengendalian gulma. Peningkatan pupuk N dari 100 kg menjadi 200 kg/ha atau K2O dari 75 kg menjadi 150 kg/ha akan meningkatkan tinggi tanaman dan produksi ubi. Peningkatan pupuk N dari 50 kg menjadi 150 kg/ha meningkatkan pertumbuhan umbi 10,6-27,6% selama enam bulan periode pertumbuhan. Pengaruh pupuk N tampak lebih jelas pada awal pertumbuhan tanaman dibandingkan pada periode akhir. Rata-rata berat umbi/tanaman meningkat 21,3% dengan meningkatnya aplikasi N dari 50 menjadi 150 kg/ha.

Peningkatan pupuk K tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan umbi, rata-rata berat umbi/tanaman dan hasil umbi/ha. Tetapi kombinasi N dan K mempunyai pengaruh interaktif yang nyata terhadap pertumbuhan dan hasil ubi/ha. Nampaknya hal tersebut terutama karena pengaruh pupuk N. Pengaruh penggunaan pupuk biologis juga sudah mulai diteliti. Perlakuan ubi dengan larutan 2% Azotobacter pada saat tanam dan aplikasi biakan murni sebanyak 9,0 kg/ha dicampur dengan 40 kg tanah dari daerah perakaran dan 150 kg N/ha menghasilkan ubi sebanyak 64,9 dan 62,2 t/ha. Hasil ubi sebanyak 39,6 dan 98,9 t/ha dapat diperoleh dari aplikasi 100-200 kg N dan 100-150 kg K2O/ha. Pemberian pupuk kandang sebanyak 30 t/ha dapat meningkatkan berat ubi segar sebanyak 15%, sementara penggunaan pupuk N sebanyak 150 kg/ha meningkatkan hasil ubi 16,5%.

F. Penyiangan

Penyiangan gulma terutama dilakukan pada awal pertumbuhan tanaman sebelum kanopi menutup, umumnya dilakukan secara manual pada umur 30, 60, dan 90 hari setelah tanam. Sambil menggemburkan tanah di sekitar tanaman. Selain secara manual, pada usahatani skala luas penyiangan dapat dilakukan dengan penyemprotan herbisida.20. Santosa et al. (2006a) melaporkan bahwa frekuensi penyiangan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil suweg (ditanam di bawah tegakan pohon Eucalyptus sp. umur 10 tahun di Jawa Barat). Jumlah daun lebih banyak dan life span lebih panjang. Hasil ubi meningkat 34-285%. Disarankan penyiangan dilakukan dua kali selama pertumbuhan tanaman suweg, yaitu pada pada umur dua dan empat bulan setelah tanam.

G. Pengelolaan air

Tanaman porang umumnya diusahakan di lahan kering. Namun untuk dapat menghasilkan ubi yang optimum diperlukan tanah dengan kelembaban yang cukup, terutama pada awal pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Santosa et al. (2004) menunjukkan bahwa apabila kandungan air kurang dari 40% kapasitas air lapang, maka akar akan lebih cepat kering dibandingkan pada kondisi normal. Tanaman masih dapat mentolerir kondisi tercekam kekurangan air selama 30-60 hari, namun lebih dari periode tersebut akan mengurangi hasil ubi. Konservasi kelembaban dengan cara pemberian mulsa, mendorong perkecambahan bibit ubi, pembentukan kanopi lebih besar, tinggi tanaman, dan hasil ubi yang lebih tinggi. Menurut Jata et al. (2009), memberikankan mulsa segera setelah tanam merupakan langkah penting dalam budidaya porang. Hasil ubi porang pada kondisi diberi pengairan irigasi permukaan mencapai 40 t/ha, sementara pada kondisi tadah hujan hanya 25 t/ha. Menurut Santosa et al. (2004) pengairan secara sering dan teratur akan menghasilkan daun yang besar dan masa hidup yang lebih panjang dibanding pada kondisi pengairan yang terbatas.

 

H. Panen

Tanda-tanda tanaman porang siap dipanen adalah bila daunnya sudah mengering dan jatuh ke tanah. Di Indonesia, panen sebaiknya dilakukan pada musim kemarau sekitar bulan Mei sampai Juni. Apabila panen dilakukan pada periode panen tahun ke dua, dari setiap pohon dapat dihasilkan ubi seberat 0,5-3,0 kg, sehingga dengan populasi sekitar 60.000 tanaman/ha, dapat dihasilkan 40 ton umbi segar. Panen perlu dilakukan secara hati-hati untuk menghindari luka pada ubi, dilakukan dengan menggali tanah di sekitar tanaman baru mengambil ubinya.

I. Penyimpanan

Setelah dipanen, ubi porang perlu dibersihkan dan disimpan di dalam ruangan berventilasi baik pada suhu dingin (sekitar 10 oC). Pada kondisi ini ubi dapat disimpan hingga berbulan-bulan. Namun apabila disimpan pada suhu sekitar 27 oC pada bulan pertama penyimpanan akan kehilangan berat sekitar 25%. Apabila ubi akan diproses menjadi produk, sebaiknya disimpan dalam bentuk chip (irisan tipis) atau tepung yang kering. Karena bila disimpan dalam bentuk ubi segar dengan kadar air yang masih tinggi (70-80%), seringkali ubi menjadi rusak oleh aktivitas enzim.
 

6. Kemudian kerjakan Lembar Kerja Siswa individu yang diberikan 👉 (Click Here). Selanjutnya Uploade tugas anda pada link berikut👉 (Click Here)


"Bersemangatlah dalam mempelajari sesuatu yang bermanfaat."

Kamis, 26 Agustus 2021

 

Pembelajaran Daring PKWU Kelas  X IPS 1 Semester Ganjil TP 2021/2022 SMA Kebangsaan

 

Pertemuan 5 ( Kamis, 26 Agustus 2021 jam ke 7-8)

 

Assalamualaikum wr. wb.

Selamat Siang Taruna/i X IPS 1 SMA Kebangsaan .. Salam Kebangsaan !!!

Mudah-mudahan semua Taruna/i X IPS 1 sehat selalu dalam lindungan Allah SWT sang maha pencipta. 

Tetap semangat semua, Jaga kondisi imunitas tubuh masing-masing ya, Agar Kalian selalu sehat dan dapat mengikuti pembelajaran daring secara Lancar dan baik. Salam hangat untuk keluarga besar kalian di rumah masing-masing, Semoga dalam keadaan sehat semuanya. Aamiinnn.

Petunjuk sebelum pembelajaran dimulai:

1.  Sebelum pembelajaran marilah kita Awali dengan berdo'a. Berdo'a dipersilahkan.

2.  Selanjutnya Siswa-siswi wajib melakukan presensi terlebih dahulu dikolom komentar yang sudah disediakan Guru dengan cara klik "Balas" dengan menyebutkan Nama Lengkap dan Kelas.

3.  Silahkan download Modul pembelajaran pertemuan kali ini dengan 👉(Click Here). Silahkan pahami dan rangkum materi yg penting pada buku catatan pkwu kalian ya.

4.  Sebelum mengerjakan tugas silahkan pantau pada kolom chat komentar tadi tempat melakukan presensi, Apa tugas yang akan diberikan.

5. Silahkan pelajari Tanaman Porang.

 

TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN PORANG

Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain.) atau seringkali disebut dengan iles-iles termasuk famili Araceae dan merupakan salah satu kekayaan hayati umbi-umbian Indonesia. Sebagai tanaman penghasil  karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin, dan serat pangan, tanaman porang sudah lama dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan diekspor sebagai bahan baku industri. Meskipun demikian tanaman tersebut belum secara luas dibudidayakan. Petani umumnya hanya mengambil serta memanfaatkan tanaman yang tumbuh liar di hutan, di tegalan di bawah rumpun bambu, di sepanjang bantaran sungai dan lereng-lereng gunung.


Tanaman porang pada beberapa tahun terakhir ini menjadi popular karena toleran naungan, mudah dibudidayakan, mempunyai produktivitas yang tinggi, hama/penyakit yang menyerang relatif sedikit, permintaan pasar baik dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Dari aspek budidayanya, untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil yang optimal, diperlukan kondisi lingkungan tumbuh yang optimal pula.

 

A. Pengolahan tanah/persiapan lahan

Sebagaimana tanaman ubi-ubian lain yang hasil ubinya berada di dalam tanah, maka porang menghendaki tanah yang gembur dan subur. Terdapat dua cara penyiapan lahan untuk penanaman, tergantung pada bibit yang digunakan. Apabila bibit berasal dari umbi maka perlu dibuat lubang tanam dengan ukuran 60 x 60 x 45 cm, jarak antara lubang tanam 90 x 90 cm. Kalau tanaman porang dirancang untuk menghasilkan ubi berkuran kecil-sedang, maka jarak antar lubang tanam dikurangi menjadi 60 x 60 cm. Sebelum tanam, lubang tanam ditutup dengan lapisan tanah bagian atas (topsoil) dan pupuk organik (kompos atau pupuk kandang). Sedangkan untuk bibit yang berasal dari bubil/katak, dibuat guludan setelah tanah diolah intensif dengan jarak antar gulud 90 cm dan bubil ditanam dalam guludan dengan jarak 90 cm. Dalam prakteknya tanaman porang ditanam di bawah naungan tegakan tanaman lain, misalnya di bawah tegakan pohon jati, sengon, atau mahoni.

B. Bibit

Perbanyakan dengan menggunakan bibit berupa ubi batang atau potongan ubi yang mempunyai titik tumbuh (apical meristem) merupakan cara yang paling lazim dilakukan. Umbi/potongan ubi yang digunakan sebagai bibit hendaknya cukup besar, karena apabila terlalu kecil, untuk tumbuh dan menghasilkan ubi yang besar memerlukan 2-3 musim tanam. Menurut Mondal dan Sen (2004), persentase perkecambahan bibit yang tinggi (98%) apabila bibit diperoleh dari separo potongan ubi bagian atas, sementara dari separo bagian bawah ubi, akan menghasilkan perkecambahan yang lebih rendah. Bagian dasar dari ubi umumnya kurang bagus digunakan sebagai bibit.16 . Menurut Santosa et al. (2006a), bibit dengan tunas apikal utuh berkecambah lebih cepat dan menghasilkan tanaman yang lebih besar dibanding bibit dengan tunas apial yang terbelah atau bibit tanpa tunas apikal. Pemotongan tunas apikal mendorong pertumbuhan tunas lateral yang akan menunda perkecambahan. Bibit utuh dan separuh bagian atas dengan tunas apikal utuh menghasilkan ubi anakan yang lebih besar dibanding bibit dengan tunas yang terluka. Hasil rendah yang diperoleh dengan menggunakan irisan bibit dengan tunas apical yang teriris didukung kenyataan bahwa pengirisan bibit akan mengurangi ukuran daun yang tumbuh selama pertumbuhan. Kumar et al. (1998) melaporkan perlakuan potongan ubi dengan bahan kimia seperti thiourea (200 ppm), potassium nitrat (1000 ppm), kinetin (5 ppm), cukup efektif meningkatkan perkecambahan ubi 24,3-92%, 17,8% dan 13,4%. Namun perlakuan tersebut tidak nyata meningkatkan hasil ubi.

C. Jarak tanam

Jarak tanam yang digunakan ditentukan umur panen yang dikehendaki. Apabila akan dipanen pada umur 8 bulan pertama, maka jarak tanam 30 cm x 30 cm sudah cukup. Tapi apabila dipanen pada periode panen tahun ke dua digunakan jarak tanam 45 cm x 45 cm. Bila dipanen pada periode panen tahun ke tiga maka perlu jarak tanam yang lebih lebar 60 cm x 60 cm. Menurut Jata et al. (2009) dengan menggunakan bibit berukuran 500 g akan memberi hasil tertinggi apabila ditanam pada jarak 90 cm x 90 cm. Di India, hasil ubi suweg (A.campanulatus) meningkat dengan meningkatnya jarak tanam pohon Leucaena leucocephala dan frekuensi pemangkasan. Rata-rata hasil ubi tertinggi 43,3 t/ha ubi segar atau setara 7,7 t/ha ubi kering, diperoleh apabila pohon ditanam pada jarak 4,0 x 5,0 m dan dipangkas lima kali. Bole grith meningkat sejalan dengan meningkatnya umur dan jarak tanaman, tetapi menurun sejalan dengan frekuensi pemangkasan (Pradhan et al. 2003).

 

D. Kedalaman tanam

Kedalaman tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil ubi. Secara umum makin dalam bibit ditanam akan menghambat pertumbuhan anakan ubi. Pada kedalaman 30 cm, sebagian besar dari ubi akan memanjang menjadi pyriform. Pada umumnya menurut Sugiyama dan Santosa (2008), kedalaman tanam sekitar 10 cm dari permukaan tanah adalah cukup ideal untuk penanaman porang. Namun menurut Sumarwoto (2012 b), kedalaman tanam sangat ditentukan oleh macam dan ukuran bibit yang digunakan. Apabila bahan yang ditanam berupa umbi katak (bulbil), maka kedalaman tanam cukup sekitar 5 cm. Apabila menggunakan bibit berupa ubi kecil (200 g) maka ditanam pada kedalaman 10 cm, dan bibit berupa ubi yang lebih besar, ditanam pada kedalaman lebih kurang 15 cm. Sebagaimana tanaman umbi-umbian lain, untuk menghasilkan secara optimal tanaman porang menghendaki tanah yang remah dan subur. Menurut Yoko et al. (2010), produktivitas yang rendah tanaman porang di lahan dengan solum dangkal berkaitan tidak saja dengan jumlah tanah/tanaman yang sedikit, tetapi juga akibat volume untuk perakaran terbatas.

E. Pemupukan

Tanaman porang perlu dipupuk dengan pupuk kandang (5 t/ha) untuk mendapatkan hasil yang optimal. Apabila menggunakan pupuk anorganik, digunakan dosis N: P2O5: K2O sebesar 40:40:80 kg/ha atau 40:60:45 kg/ha, yang diberikan pada 45 hari setelah tanam. Satu bulan berikutnya tanaman dipupuk lagi sebagai top dressing dengan 40 kg N, 50 kg P2O5, 50kg K2O/ha, bersamaan dengan pengendalian gulma. Peningkatan pupuk N dari 100 kg menjadi 200 kg/ha atau K2O dari 75 kg menjadi 150 kg/ha akan meningkatkan tinggi tanaman dan produksi ubi. Peningkatan pupuk N dari 50 kg menjadi 150 kg/ha meningkatkan pertumbuhan umbi 10,6-27,6% selama enam bulan periode pertumbuhan. Pengaruh pupuk N tampak lebih jelas pada awal pertumbuhan tanaman dibandingkan pada periode akhir. Rata-rata berat umbi/tanaman meningkat 21,3% dengan meningkatnya aplikasi N dari 50 menjadi 150 kg/ha.

Peningkatan pupuk K tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan umbi, rata-rata berat umbi/tanaman dan hasil umbi/ha. Tetapi kombinasi N dan K mempunyai pengaruh interaktif yang nyata terhadap pertumbuhan dan hasil ubi/ha. Nampaknya hal tersebut terutama karena pengaruh pupuk N. Pengaruh penggunaan pupuk biologis juga sudah mulai diteliti. Perlakuan ubi dengan larutan 2% Azotobacter pada saat tanam dan aplikasi biakan murni sebanyak 9,0 kg/ha dicampur dengan 40 kg tanah dari daerah perakaran dan 150 kg N/ha menghasilkan ubi sebanyak 64,9 dan 62,2 t/ha. Hasil ubi sebanyak 39,6 dan 98,9 t/ha dapat diperoleh dari aplikasi 100-200 kg N dan 100-150 kg K2O/ha. Pemberian pupuk kandang sebanyak 30 t/ha dapat meningkatkan berat ubi segar sebanyak 15%, sementara penggunaan pupuk N sebanyak 150 kg/ha meningkatkan hasil ubi 16,5%.

F. Penyiangan

Penyiangan gulma terutama dilakukan pada awal pertumbuhan tanaman sebelum kanopi menutup, umumnya dilakukan secara manual pada umur 30, 60, dan 90 hari setelah tanam. Sambil menggemburkan tanah di sekitar tanaman. Selain secara manual, pada usahatani skala luas penyiangan dapat dilakukan dengan penyemprotan herbisida.20. Santosa et al. (2006a) melaporkan bahwa frekuensi penyiangan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil suweg (ditanam di bawah tegakan pohon Eucalyptus sp. umur 10 tahun di Jawa Barat). Jumlah daun lebih banyak dan life span lebih panjang. Hasil ubi meningkat 34-285%. Disarankan penyiangan dilakukan dua kali selama pertumbuhan tanaman suweg, yaitu pada pada umur dua dan empat bulan setelah tanam.

G. Pengelolaan air

Tanaman porang umumnya diusahakan di lahan kering. Namun untuk dapat menghasilkan ubi yang optimum diperlukan tanah dengan kelembaban yang cukup, terutama pada awal pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Santosa et al. (2004) menunjukkan bahwa apabila kandungan air kurang dari 40% kapasitas air lapang, maka akar akan lebih cepat kering dibandingkan pada kondisi normal. Tanaman masih dapat mentolerir kondisi tercekam kekurangan air selama 30-60 hari, namun lebih dari periode tersebut akan mengurangi hasil ubi. Konservasi kelembaban dengan cara pemberian mulsa, mendorong perkecambahan bibit ubi, pembentukan kanopi lebih besar, tinggi tanaman, dan hasil ubi yang lebih tinggi. Menurut Jata et al. (2009), memberikankan mulsa segera setelah tanam merupakan langkah penting dalam budidaya porang. Hasil ubi porang pada kondisi diberi pengairan irigasi permukaan mencapai 40 t/ha, sementara pada kondisi tadah hujan hanya 25 t/ha. Menurut Santosa et al. (2004) pengairan secara sering dan teratur akan menghasilkan daun yang besar dan masa hidup yang lebih panjang dibanding pada kondisi pengairan yang terbatas.

 

H. Panen

Tanda-tanda tanaman porang siap dipanen adalah bila daunnya sudah mengering dan jatuh ke tanah. Di Indonesia, panen sebaiknya dilakukan pada musim kemarau sekitar bulan Mei sampai Juni. Apabila panen dilakukan pada periode panen tahun ke dua, dari setiap pohon dapat dihasilkan ubi seberat 0,5-3,0 kg, sehingga dengan populasi sekitar 60.000 tanaman/ha, dapat dihasilkan 40 ton umbi segar. Panen perlu dilakukan secara hati-hati untuk menghindari luka pada ubi, dilakukan dengan menggali tanah di sekitar tanaman baru mengambil ubinya.

I. Penyimpanan

Setelah dipanen, ubi porang perlu dibersihkan dan disimpan di dalam ruangan berventilasi baik pada suhu dingin (sekitar 10 oC). Pada kondisi ini ubi dapat disimpan hingga berbulan-bulan. Namun apabila disimpan pada suhu sekitar 27 oC pada bulan pertama penyimpanan akan kehilangan berat sekitar 25%. Apabila ubi akan diproses menjadi produk, sebaiknya disimpan dalam bentuk chip (irisan tipis) atau tepung yang kering. Karena bila disimpan dalam bentuk ubi segar dengan kadar air yang masih tinggi (70-80%), seringkali ubi menjadi rusak oleh aktivitas enzim.
 

6. Kemudian kerjakan Lembar Kerja Siswa individu yang diberikan 👉 (Click Here). Selanjutnya Uploade tugas anda pada link berikut👉 (Click Here)


"Bersemangatlah dalam mempelajari sesuatu yang bermanfaat."
 

PEMBELAJARAN DARING PKWU KELAS 11 IPA 4

  PEMBELAJARAN DARING PKWU KELAS 11 IPA 4 JAM Ke 3-4 ( 08.15 - 09.30)  Assalamualaikum wr. wb. Selamat Pagi Taruna/i XI IPA 4 SMA Kebangsaan...